Pemberlakuan Kenaikan PPN 12% Tahun 2025, Begini Dampaknya
Kebijakan ekonomi untuk menstimulasi perekonomian, menjaga daya beli masyarakat, dan meningkatkan kesejahteraan terus diupayakan oleh Pemerintah.
Salah satu tindakan yang diambil adalah dari sisi perpajakan. Hal ini karena pajak termasuk dalam instrumen pembangunan yang krusial.
Prinsip inilah yang menjadi dasar dalam penerapan kebijakan kenaikan PPN 12% pada 2025 di mana sifatnya selektif untuk perekonomian dan masyarakat luas.
Namun, kebijakan ini tentu memiliki dampak yang tidak bisa diabaikan. Lantas, apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah untuk menghadapi hal ini? Yuk, simak penjelasan di bawah ini.
Apa itu PPN?
Pada dasarnya, ada banyak jenis pajak yang berlaku di Indonesia, salah satunya PPN. PPN adalah pajak yang dikenakan atas transaksi jual beli barang dan/atau jasa kena pajak.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dipungut oleh WP (Wajib Pajak) Badan, WP Orang Pribadi, dan Pemerintah yang memiliki status pengusaha kena pajak (PKP).
Jadi, WP pemungut PPN wajib menyetorkannya ke kas negara sebab PPN tidak bersifat kumulatif, melainkan objektif.
Subjek dari PPN sendiri adalah PKP dan nonPKP. Namun, keduanya tidaklah sama karena PKP diwajibkan untuk memungut PPN. Sedangkan, nonPKP tidak diizinkan memungut PPN.
Akan tetapi, nonPKP tidak bisa mengklaim kredit atas Pajak Masukan ketika melakukan transaksi barang atau jasa yang dikenakan pajak pertambahan nilai.
Sementara itu, objek (barang atau jasa) yang dikenai PPN biasanya mencakup beberapa kriteria, antara lain:
- Impor BKP (Barang Kena Pajak).
- Pemanfaatan BKP maupun JKP (Jasa Kena Pajak) Tidak Berwujud dari luar negeri ke dalam negeri.
- Ekspor JKP dan/atau BKP dari dalam negeri ke luar negeri oleh PKP.
- Penyerahan BKP dan JKP di dalam Daerah Pabean.
- Penyerahan aktiva yang tujuan awalnya tidak untuk diperjualbelikan selama PPN dibayarkan ketika perolehan aktiva tersebut bisa dikreditkan.
- KMS (Kegiatan Membangun Sendiri) di luar kegiatan usaha oleh perorangan atau badan yang hasilnya digunakan sendiri maupun pihak lain di mana luasnya lebih dari 200 m².
Di samping itu, terdapat beberapa barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN. Secara umum, barang yang bebas PPN mencakup kebutuhan primer, seperti pangan dalam jumlah banyak.
Sebagai contoh, beras, kedelai, gabah, sagu, jagung, susu perah, garam, telur, sayuran, buah-buahan, dan daging segar yang tidak diolah.
Selain kebutuhan pokok, barang hasil tambang, pengeboran, galian, makanan, minuman di rumah makan, dan aset (emas batangan, uang, serta surat berharga).
Sedangkan, beberapa jasa yang bebas PPN adalah pelayanan kesehatan medis, keagamaan, sosial, keuangan, pendidikan, angkutan umum (darat, udara, dan air), seni, serta hiburan.
Fungsi PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki beberapa fungsi utama sebagai sumber pendapatan negara yang mengatur kebijakan ekonomi.
Umumnya, PKP wajib membuat Faktur Pajak, melaporkan PPN terutang, dan menyetorkan perhitungannya tiap bulan. Berikut adalah beberapa fungsi PPN.
- Salah satu fungsi PPN adalah sebagai fungsi anggaran. Pasalnya, pajak yang disetorkan menjadi salah satu sumber pendapatan negara untuk membiayai negara.
- Selanjutnya, fungsi PPN adalah sebagai perhitungan untuk mengetahui besaran jumlah pajak yang dibayarkan ke negara.
- Sebagai salah satu penerimaan negara, PPN berfungsi dalam menjaga stabilitas ekonomi, salah satunya menekan adanya inflasi.
- Fungsi PPN berikutnya adalah sebagai pembiayaan pembangunan nasional dan pengeluaran umum, seperti menciptakan lapangan pekerjaan.
- PPN berfungsi untuk mengatur pelaksanaan kebijakan pemerintah, contohnya menekan importasi agar daya saing produk buatan Indonesia di pasar dalam negeri meningkat.
Baca juga: Pajak Emas: Cara Menghitung, Pengertian, Landasan Hukumnya
Undang-Undang yang Mengatur PPN
Undang-Undang yang mengatur tentang PPN di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan.
Hal itu karena ada pergantian peraturan perundangan-undangan dan model pemungutan pajak. Tujuannya agar lebih adil dan sederhana bagi masyarakat dalam pembuatan Faktur Pajak.
Adapun beberapa perubahan Undang-Undang terkait PPN di Indonesia adalah sebagai berikut.
- UU Nomor 8 Tahun 1983 mengatur tentang PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang disahkan pada 1 April 1985.
- UU Nomor 18 Tahun 2000 yang bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan secara tepat bagi masyarakat dan membuat pendapatan negara lebih meningkat.
- UU Nomor 49 Tahun 2009 diciptakan untuk melengkapi peraturan sebelumnya guna memberikan keadilan hukum serta keamanan bagi masyarakat dan negara.
- UU Nomor 11 Tahun 2020 terkait Cipta Kerja pada kluster perpajakan. Sebagian dari peraturan sebelumnya masih berlaku, ada beberapa pasal diubah serta ditambahkan.
- UU Nomor 7 Tahun 2021 yang merupakan peraturan terbaru di mana termuat dalam Undang-Undang HPP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Bagaimana Tarif Pada Peraturan PPN Terbaru?
Peraturan terkait tarif PPN terbagi atas dua, yakni tarif umum dan khusus. Berdasarkan pasal 7 Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009 disebutkan besaran tarif PPN, sebagai berikut.
- Tarif umum sebesar 10% untuk penyerahan dalam negeri.
- Tarif pajak senilai 10% yang bisa berubah menjadi lebih rendah (5%) dan paling tinggi (15%) sesuai dengan Peraturan Pemerintah.
- Tarif khusus PPN Ekspor, yaitu 0% yang diterapkan atas ekspor BPK, baik berwujud maupun tidak dan ekspor JKP.
Namun, melalui peraturan PPN terbaru, tarifnya telah mengalami kenaikan secara bertahap. Pada tarif umum, pernah terjadi kenaikan PPN 11% yang mulai berlaku pada 1 April 2022.
Kemudian, diketahui bahwa dalam peraturan PPN terbaru yang paling lambat akan diberlakukan 1 Januari 2025, tarif umum mengalami kenaikan kembali sebesar 12%.
Kenaikan PPN 12% ini tentunya menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan masyarakat Indonesia yang menuai berbagai tanggapan.
Penerapan kebijakan kenaikan PPN 12% ini sebenarnya didasarkan atas prinsip keadilan dan mengedepankan keberpihakan terhadap masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan.
Keadilan yang dimaksud oleh Pemerintah adalah ketika kelompok masyarakat mampu akan membayar pajak sesuai kewajiban berdasarkan Undang-Undang.
Di samping itu, kelompok masyarakat tidak mampu akan diberikan perlindungan, bahkan diberikan bantuan.
Hal tersebut tampak pada penetapan barang dan jasa, seperti kebutuhan pokok, jasa kesehatan, angkutan umum, serta pendidikan yang dibebaskan dari PPN (0%).
Sementara itu, BKP PPN 12% adalah minyak, tepung terigu, dan gula untuk industri dengan beban kenaikan PPN senilai 1% yang akan dibayarkan oleh Pemerintah.
Penyesuaian terhadap tarif PPN akan dikenakan untuk barang serta jasa berkategori mewah, seperti pendidikan berstandar internasional, layanan kesehatan VIP, dan lain-lain.
Pemerintah pun memberikan stimulus dalam bentuk bangunan perlindungan sosial kepada masyarakat menengah ke bawah, seperti insentif perpajakan, diskon listrik, dan lain-lain.
Berdasarkan sudut pandang Pemerintah Indonesia, kenaikan PPN 12% sudah melalui pertimbangan matang yang memperhatikan berbagai hal.
Kenaikan PPN 12% diharapkan bisa meningkatkan penerimaan negara. Tujuannya, yaitu untuk mengembalikan fungsi PPN sebagai pajak atas transaksi barang dan jasa yang bersifat umum.
Selain itu, dijadikan sebagai upaya untuk menyeimbangkan penurunan tarif pajak penghasilan badan dari 25% menjadi 22% yang pada 2022 senilai 20%.
Baca juga: Cara Bayar Pajak Motor di SAMSAT dan Secara Online
Apa Saja Dampak Kenaikan PPN di Indonesia?
Kebijakan terhadap kenaikan PPN 12% menuai pro dan kontra sebab mempunyai sejumlah dampak bagi pemerintah serta masyarakat.
Dampak kenaikan PPN yang akan diberlakukan bersifat positif dan negatif. Dampak kenaikan PPN tersebut tentu harus diperhatikan dan tidak boleh diabaikan.
Kenaikan tersebut membantu dalam mengoptimalkan penerimaan perpajakan yang pasti daripada PPh karena pengendaliannya lebih mudah.
Kenaikan tarif PPN tersebut juga bisa memicu peningkatan pendapatan negara. Dengan demikian, pemerintah dapat menyiapkan APBN yang lebih ideal dari sebelumnya.
Kondisi ini tentunya menguntungkan bagi masyarakat karena pemerintah bisa menyusun APBN yang orientasinya untuk merealisasikan kesejahteraan masyarakat.
Alhasil, ekonomi negara juga menjadi lebih stabil sebab kenaikan tarif akan mendorong peningkatan penerimaan perpajakan yang secara langsung menaikkan tax ratio negara.
Apabila tax ratio semakin tinggi, maka sumber pendapatan yang dimiliki oleh suatu negara pun menjadi semakin kokoh.
Selain itu, jika ekonomi negara stabil dan meningkat, maka program perencanaan pembangunan infrastruktur jangka panjang dapat diimplementasikan secara lebih baik.
Sementara itu, menurut pandangan dari sejumlah pakar atau pengamat ekonomi, kebijakan ini berpotensi menekan daya beli masyarakat, terutama pada kelompok menengah ke bawah.
Hal tersebut justru akan mengurangi konsumsi domestik. Jika daya beli masyarakat menurun, maka UMKM akan menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan margin keuntungan.
Kenaikan pada tarif PPN sebesar 12% juga menyebabkan adanya lonjakan harga di sebagian besar barang konsumsi yang sebelumnya telah mengalami tekanan inflasi.
Maka dari itu, Pemerintah perlu menyediakan mekanisme mitigasi atau kebijakan insentif untuk melindungi sektor tersebut agar tetap produktif dan tidak terdampak secara signifikan.
Akankah Kenaikan PPN Menghambat Pemulihan Ekonomi di Indonesia?
Para pengamat ekonomi menilai bahwa kenaikan PPN 12% mempunyai risiko dalam menghambat pemulihan ekonomi, khususnya pascapandemi.
Daya beli masyarakat yang mengalami penurunan dan tertekannya konsumsi rumah tangga membuat pertumbuhan ekonomi bisa melambat.
Di sisi lain, kebijakan tersebut juga mendatangkan banyak keuntungan yang dapat mendorong kesejahteraan negara dengan implementasi program pembangunan jangka panjang.
Oleh karena itu, penerapan kebijakan kenaikan PPN 12% harus diiringi dengan berbagai langkah yang bijak dalam hal pengelolaan dana.
Pengawasan yang ketat terhadap keseimbangan antara kebijakan fiskal untuk pertumbuhan ekonomi dan perlindungan pada kelompok masyarakat terdampak pun diperlukan.
Dengan demikian, kenaikan tarif PPN bisa memberikan manfaat potensial jangka panjang tanpa harus membebani perekonomian secara berlebihan.
Itulah informasi mengenai kenaikan tarif PPN 12% yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025 oleh pemerintah.
Sebagai warga negara yang baik, kamu tentu harus memenuhi kewajiban pembayaran pajak secara tepat waktu.
Salah satu pilihan yang bisa kamu andalkan dalam pengelolaan kewajiban tersebut adalah dengan menyimpan serta mengembangkan aset melalui Tabungan Emas di Pegadaian.
Dengan layanan ini, kamu akan memperoleh jaminan emas murni 24 karat dengan proses pencairan yang cepat serta mudah.
Alhasil, kamu dapat menggunakan saldo Tabungan Emas dengan menggadaikan atau mencairkannya untuk kebutuhan tak terduga. Investasi emas di Pegadaian juga telah terjamin keamanannya.
Yuk, jangan tunda lagi untuk mengamankan finansialmu dengan membuka rekening dan menabung emas di Pegadaian sekarang juga!
Baca juga: Memahami Peraturan Pajak Bagi UKM
Artikel Lainnya
Investasi
Memannfaatkan THR: Cara Mudah Investasi Emas dengan THR!
Optimalkan THR Anda! Temukan cara mudah investasi emas menggunakan Tunjangan Hari Raya. Mulailah investasi yang menguntungkan sekarang!
Keuangan
Butuh Uang Banyak? Berikut Lima Cara Kreatif yang Bisa Jadi Solusi Anda!
Bukan hanya modal kemampuan. Sebuah bisnis sejatinya juga butuh uang sebagai modal. Apalagi, jika Anda ingin mendirikan sebuah bisnis berskala besar; atau yang sekiranya butuh modal awal yang banyak. Sudah tentu, untuk mewujudkan “mimpi” tersebut, Anda membutuhkan uang yang tidak sedikit. Mencari uang banyak dalam waktu singkat, memang bukan perkara mudah. Namun, bukan berarti Anda […]
Keuangan
Pajak Saham: Aturan dan Ketentuannya di Indonesia
Ketahui aturan pajak saham dan pelaporan dalam SPT tahunan, termasuk aturan, tarif, dan cara melaporkannya di artikel ini